Kisah Manusia Sebatas Harapan dan Doa

Diposting oleh Sedih Rian Ahyadi on Sabtu, 11 Mei 2013

" Halo, siapa ini ?".
" Saya Dian, kakak ada di mana ?".
" Saya sedang di kantor, ada apa dik ?".
" Ada musibah, paman sedang sakit parah dan kemungkinan tidak tertolong lagi..".

Singkat yang disampaikan dan beberapa saat saya langsung berangkat menuju rumah paman saya. Rumah yang saya tuju tidak jauh dari rumah saya. Letaknya agak di luar desa, melewati persawahan di kiri kanan jalan. Sebuah jalan yang dibangun menghubungkan antara dua desa yaitu Penujak dan Darek.

Di perjalanan, saya ditelepon oleh kakak saya yang menjadi guru bahwa dia sudah menunggu bersama keluarga di rumah paman tersebut. Begitu sampai saya langsung menuju tempat dibaringkannya paman saya yang sakit tersebut, namun beliau dalam keadaan tidak sadarkan diri. Tanya pun terjadi pada bibi yang menjaga, kemungkinan beliau kena penyakit tetanus akibat luka yang dideritanya.
Akhirnya kami pun mengusulkan agar beliau di bawa ke rumah sakit mum yang dirujuk oleh puskesamas, namun memerlukan kesepakatan lagi dari pihak keluarga. Alhasil masalahnya adalah biaya.. Rasanya tidak tega melihat hal ini berlarut, maka saya katakan akan membantu pengurusan surat dan mencari jalan keluarnya setelah di bawa ke rumah sakit. Belum sempat kami menunggu keluarga yang lain untuk bermufakat, paman saya pun menghembuskan nafasnya yang terakhir. "Segala sesuatu milik Allah dan kembali juga pada Allah".

Ingatan saya melayang mundur beberapa waktu ketika almarhum sangat bersusah payah menyelesaikan acara pernikahan putranya yang mendadak tanpa perencanaan sebelumnya. Keadaan ekonominya yang serba kekurangan membuatnya banting tulang tanpa mempedulikan kesehatnnya. Anaknya yang berencana melanjutkan kuliah pun harus menimbang lagi impiannya karena biaya. Sejarah anggota keluarga ini dan keluarga besar lainnya pun tidak jauh berbeda. Mereka masih dalam tahap perjuangan mengentaskan kemiskinan yang mereka alami namun, tulang punggung keluarga harus mereka relakan pergi untuk selamanya.

Tangis yang meledak di antara anak dan istrinya, mungkin bukan tangis "kehilangan" tapi adalah tangis kebingungan dan ketakutan akan masa depan mereka. Karena ketika almarhum masih hidup pun masih susah apalagi setelah tiada. Begitu banyak pelajaran hikmah dari kejadian ini yang membuat saya berfikir begitu berharganya waktu dan begitu besar harapan yang dibebankan anggota keluarga pada pemimpin rumah tangganya.

Berapa banyak waktu yang telah saya investasikan dan sebanyak apa harapan yang telah saya berikan kepada keluarga yang saya cintai dan mencintai saya jikalau untuk mewujudkan semua impian mereka. Saya berharap waktu memberi kelonggaran atas kerja keras dan kerja cerdas yang saya lakukan demi membahagiakan orang-orang yang saya cintai..

{ 0 komentar ... read them below or add one }

Posting Komentar

Blog Ini DOFOLLOW Auto Approve dan dibantu oleh IKLAN. SILAHKAN KLIK IKLAN Jika Anda Sempat. Terima kasih atas Kunjungan Anda..