Ujian Kesetiaan dan Komitmen

Diposting oleh Sedih Rian Ahyadi on Minggu, 12 Mei 2013

Mengharap burung terbang tinggi, burung di tangan dilepaskan...

Terkadang pandangan sesaat menipu tanpa disadari membuat terjebak dalam suatu situasi yang sebenarnya kita tidak ingin alami kembali. Seringkali saya harus mengingatkan diri kembali bahwa apa yang saya lihat belum tentu seperti keadaan sebenarnya.

Ketika emosi menjadi dasar untuk menilai, maka kebaikan saja dan kelebihan saja yang terlihat. Padahal tidak mudah mengetahui sisi paling dalam dari seseorang. Apa topik yang ingin saya sampaikan ? Sesuatu yang sering kali saya alami ketika masalah menimpa kemudian mencari cara paling mudah mengatasinya yaitu pindah pada sesuatu yang baru sebagai alternatif menghindar dari penyelesaian masalah.

Apakah hal ini menimpa pada masalah pribadi ? Ya...
Ingatan saya tidak pernah lepas ketika suatu waktu yang telah berlalu menjebak saya untuk berpikir bahwa di luar sana masih ada kesempatan mendapatkan seseorang yang "perfect" sesuai dengan dambaan hati. Nyatanya, setiap usaha mencari yang lebih "berkenan" di hati malah semakin menemukan yang sejatinya tidak saya sukai. Yang akhirnya saya harus kembali mencari dan mencari...
Ternyata.., emosional yang melampaui pikiran dingin justru membawa saya pada sebuah "kebodohan" yang tanpa saya sadari semakin membuat saya terpuruk. Keinginan untuk menemukan yang terbaik beda tipis dengan ketakutan akan kembali mendapat yang tidak saya sukai dan akhirnya mind set yang telah terbentuk tersebut justru membawa saya pada hal yang sama. Bodohnya saya.. Sudah bisa dipastikan bahwa tidak mungkin hidup seperti yang saya inginkan karena saya adalah "pion catur di dunia.".

"Kelebihan seseorang menjadi kekurangannya dan kelemahan menjadi kelebihannya". Patutlah rasa syukur harus lebih diperbanyak karena ketika berhadapan dengan seseorang yang memiliki sisi yang saya anggap "kurang" justru menjadi hikmah dan itulah yang terbaik bagi saya. Disatukannya saya dengannya adalah untuk saling melengkapi sebagai "puzzle" yang terpisahkan dan perbedaan menjadi rahmat. 

Begitu juga ketika menjalani sebuah ikhtiar untuk kesejahteraan secara materi. Menyelesaikan masalah dengan mengalihkan diri pada sesuatu yang baru belum tentu menjadi jalan keluar jikalau belum maksimal ikhtiar. Pertanyaan harus sering pada hati, apakah sudah maksimal usaha kita. Bukan mengapa tetapi bagaimana. Karena jika "mengapa" sebagai kalimat pembuka, tentunya jawabannya sebuah alasan dan penilaian yang mungkin tidak tahu kapan berakhirnya. Tetapi jika "bagaimana cara" sebagai pertanyaa awalnya, Insya Allah selesai masalahnya.

{ 0 komentar ... read them below or add one }

Posting Komentar

Blog Ini DOFOLLOW Auto Approve dan dibantu oleh IKLAN. SILAHKAN KLIK IKLAN Jika Anda Sempat. Terima kasih atas Kunjungan Anda..